MANADO Kabarpost.com – Ketua DPR RI Puan Maharani melakukan kunjungan kehormatan (Courtesy Call) dengan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen.
Pertemuan berlangsung di kantor Hun Sen di Distrik Doun Penh, Phnom Penh, Kamboja, Kamis (24/11/2022).
Dalam pertemuan tersebut Puan dan Hun Sen membahas sejumlah isu. Hun Sen juga sempat mengenang Presiden RI pertama Soekarno yang notabene merupakan kakek Puan.
Kamboja sendiri baru saja menyerahkan tongkat estafet kepada Indonesia yang akan menjadi Ketua ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) ke-44 pada 2023.
“Indonesia akan melanjutkan tongkat estafet presidensi AIPA seiring beralihnya Keketuaan ASEAN ke Indonesia pada tahun 2023. Saya mengucapkan terima kasih atas keketuaan Kamboja di ASEAN dan AIPA 2022 yang telah memperkuat komitmen kerja sama di kawasan,” kata Puan.
Pertemuan cair antara Puan dan Hun Sen tak hanya membicarakan mengenai hubungan bilateral dan isu regional maupun global. Kepada Hun Sen, Puan menyatakan Kamboja merupakan salah satu negara yang cukup dekat dengan keluarganya.
“Presiden pertama Indonesia, Bapak Soekarno dan Raja Norodom Sihanouk merupakan sahabat dan bahkan seperti keluarga, yang bertemu secara rutin. Kamboja seperti rumah kedua bagi Presiden Soekarno saat itu,” ungkap Puan.
Menurut Puan, hubungan masa lalu yang dekat ini tentu perlu ditumbuhkan lagi untuk saat ini dan waktu-waktu mendatang.
“Hubungan baik di masa lalu tersebut merupakan modal berharga bagi pengembangan kerja sama masa depan,” kata perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
Saat membicarakan soal Bung Karno, Hun Sen menceritakan kenangannya terhadap sang proklamator Indonesia itu. Hun Sen mengaku sempat menjadi penyambut Bung Karno saat datang ke Kamboja.
Salah satu pemimpin negara terlama ini pun mengungkapkan rasa bangga dan senangnya karena dapat bekerja sama dengan keturunan Bung Karno saat Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden Indonesia. Termasuk saat ini dengan Puan sebagai Ketua DPR RI.
“Dulu waktu saya kecil berdiri kibar-kibarkan bendera ketika Presiden Soekarno berkunjung. Kemudian saya bekerja sama dengan anak Presiden Sukarno ketika Bu Mega menjabat presiden. Sekarang saya senang bisa bertemu dan berbicara dengan cucu Presiden Soekarno,” kisah Hun Sen.
Hun Sen pun menitipkan salam untuk Megawati dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Puan. Ia juga menyampaikan apresiasinya atas hubungan baik Indonesia dan Kamboja yang sudah berlangsung sejak lama.
Lebih lanjut, Hun Sen menitipkan harapannya kepada Puan agar Indonesia melakukan investasi pada sektor perberasan mengingat padi merupakan hasil pertanian utama di Kamboja.
“Kami ingin Indonesia investasi di rantai produksi beras, dari pengolahan padi sampai menjadi beras,” lanjutnya.
Puan memastikan akan menyampaikan harapan Hun Sen tersebut kepada Pemerintah dan para investor Indonesia.
Singgung Konflik LCS dan Krisis Myanmar
Dalam agenda tersebut, Puan juga berharap pertemuan dengan Hun Sen dapat menjadi momentum tepat bagi Indonesia dan Kamboja untuk meningkatkan kerja sama. Apalagi persahabatan Indonesia dan Kamboja telah terjalin sejak lama, tepatnya sejak abad 8-9 masehi dan hubungan diplomatik kedua negara dimulai pada 1957.
“Hubungan diplomatik Indonesia dan Kamboja telah berlangsung dengan baik sesuai prinsip-prinsip kemitraan, saling menghargai, dan saling menguntungkan,” ungkap Puan.
Indonesia dan Kamboja diketahui memiliki Perjanjian Persahabatan yang ditandatangani di Jakarta pada tahun 1959. Ada berbagai hal yang menunjukkan eratnya hubungan kedua negara di mana Indonesia memiliki peran yang krusial dalam sejarah Kamboja, termasuk dengan adanya Paris Peace Agreement saat Indonesia menjadi tuan rumah rangkaian Jakarta Informal Meeting (JIM).
Keduanya juga sempat membahas isu-isu terkini di kawasan ASEAN. Hun Sen membahas isu konflik Laut China Selatan (LCS) dan krisis di Myanmar. Sementara Puan menyinggung soal implementasi ASEAN Five Point Consensus terkait Myanmar yang tidak berjalan dengan lancar dan kekerasan serta pelanggaran hak asasi manusia terus terjadi di negara tersebut.
“Situasi di Myanmar mengkhawatirkan, sehingga kita harus bekerjasama membantu memulihkan demokrasi di Myanmar. Dalam kaitan ini, krisis di Myanmar juga berpotensi untuk mengganggu stabilitas Kawasan,” ucapnya.
“Stabilitas kawasan merupakan prasyarat utama bagi pemulihan dan pembangunan ekonomi. Saya berpandangan dukungan parlemen dalam penyelesaian krisis di Myanmar sangat dibutuhkan,” ucap Puan.
(*/Ain)