MANADO Kabarpost.com – Korban terkait perkara PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG Life Tbk makin bertambah.
Selain laporan belasan korban lainnya di Ditreskrimsus Polda Sulut, ternyata ada dua pihak lain lagi yang diduga ikut jadi korban ‘PHP’ PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG Life Tbk.
“Saya mewakili dua klien dari dua keluarga yang menjadi korban dalam penempatan premi di PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG. Keluarga Jimmy Lientungan dan Keluarga Kiddy Christophel. Kedua keluarga ini menempatkan uang untuk premi di PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG Tbk, itu 27 transaksi,” ungkap Kuasa Hukum Grubert Ughude SH MH.
Menurutnya total keuangan kliennya sekitar Rp83 miliar. Namun pada saat jatuh tempo, uang itu tidak pernah kembali kepada klien. Karena perusahaan tidak pernah mengonfirmasi yang sampai saat ini tidak tahu uang tersebut ke mana.
“Walaupun dalam putusan pengadilan diketahui uang itu masuk ke rekening mengatasnamakan klien kami di BRI cabang yang ada di beberapa kota Bitung dan Manado,” ungkapnya.
“Dan itu sudah diputus di pengadilan pidana dengan terdakwa Swita Glori Supit dan Fike Wakari, sebagai pelaku tindak pidana pemalsuan yang melanggar undang-undang perasuransian,” tambah Ughude.
Ditegaskan, Khusus untuk memperjuangkan hak dari kliennya, dua keluarga ini sudah mengajukan gugatan. Lantas oleh pengadilan gugatan itu dikabulkan yang saat ini dalam tahap banding.
Lanjutnya, sebagai kuasa hukum pihaknya juga melakukan upaya non litigasi. Antara lain mengajukan surat pengaduan kepada presiden, kepada OJK, kepada Bursa Efek Indonesia, bahkan kepada salah satu kantor pusat dari salah satu perusahaan Jepang yang pemegang saham mayoritas pasa perusuhaan ini, MSIG.
“Kenapa ke presiden? Berharap bapak presiden dengan menggunakan kekuasaan sebagai kepala negara, untuk memerintahkan OJK melaksanakan pemeriksaan khusus terhadap asuransi ini. Kalau memenuhi syarat, bisa saja mencabut izin usaha karena sudah banyak melanggar akad dari klien kami sekitar 83 Miliar. Tapi sesuai putusan pengadilan pengembalian ganti rugi itu melebihi nilai yang kami sebutkan tadi, mendekati 200 miliar,” paparnya.
Disayangkan Ughude, sampai saat ini tidak ada tanggapan dari asuransi tersebut. Bahkan kata Ughude perusahaan ini cenderung memberikan tanggapan terhadap persoalan yang terjadi yang sedang ditangani oleh Krimsus Polda Sulut. “Tapi kasus yang sudah jelas dari kami tidak diberikan tanggapan,” tambahnya.
Malahan kata Ughude, kasus kliennya dijadikan bagian dari pemberitaan Sinarmas MSIG Life, seolah-olah memposisikan perusahaan itu sebagai korban. Padahal sudah menikmati keuntungan, dari nilai Rp83 miliar. “Satu hari dua hari atau lebih, kalau uang sudah masuk dalam sistem perusahaan sudah pasti mendatangkan keutungan. Karena sudah menjadi saldo. Dan tidak jelas diinvestasikan ke mana ini uang dari klien kami. Karena power save ini salah satu program asuransi yang ada di perusahaan. Dijadikan produk unggulan waktu itu,” jabar Ughude.
“Kami juga membuat surat ke dewan komisaris PT ini, dengan harapan memerintahkan direksi untuk membayar kerugian yang dialami oleh klien kami. 83 miliar ditambah dengan bunga yang diperjanjikan. Ternyata sampai hari ini juga belum ada tanggapan.”
Lebih jauh, Ughude menyebutkan ada yang perlu diklarifikasi untuk Sinarmas MISG Life. Yaitu berupa penyerahan polis-polis asuransi dari kliennya. “Yang jumlahnya 27 itu, alasan waktu itu sekitar tahun 2020, untuk kepentingan validasi membantu klien kami untuk penyelesaian masalah ini dan penyerahan ke polda. Tapi setelah selesainya putusan pengadilan sampai saat ini belum dikembalikan. Sehingga kami membuat surat kepada perusahaan agar mengembalikan surat itu kepada klien kami tanpa catatan apapun dan harus dikembalikan di tempat yang sama pada saat klien kami menyerahkan di kantor cabang di Manado,” sorotnya.
“Kalau tidak, dalam batas waktu 14 hari kalender kalau tidak direspon, akan kami laporkan penggelapan surat yang diserahkan untuk kepentingan validasi, tetapi ternyata tanpa kuasa Edy Sartana yang mewakili perusahaan membuat laporan dan menjadikan ini barang bukti di dalam laporan mereka,” lanjut Ughude.
Menurutnya, seolah-olah kliennya sudah jadi korban, dijadikan lagi korban oleh perusahaan untuk membuat laporan di Polda. “Jadi mereka memanfaatkan surat yang ada pada klien, untuk kepentingan perusahaan mereka, Edy Sartana ini mewakili perusahaan,” bebernya.
Kenapa kliennya berani menyetor uang sebesar itu? “Pertama klien kami menyetor premi bukan karena Switanya. Swita itu hanya agen. Tapi karena nama besar perusahaan Sinarmas. Jadi klien percaya bahwa Sinarmas itu adalah perusahaan yang besar, mana mungkin ada perbuatan yang bisa merugikan klien di kemudian hari. Apalagi Swita itu diketahui malah bukan agen, tetap sebagai kepala Cabang Kota Manado. Jadi memposisikan sebagai kepala cabang Kota Manado, bukan agen. Karena kalau kita mundur dari berita-berita sebelumnya, Swita pernah mendudukan diri sebagai kepala cabang waktu membuka kantor di Bitung,” ungkap Ughude.
“Jadi penegasan kami sekali lagi, Sinarmas yang tanggung jawab. Karena uang masuk di rekening virtualnya perusahaan. Enak sekali masa dibebankan ke Swita. Kan Swita membawa seragam Sinarmas, berarti membawa nama perusahaan,” tegasnya lagi.
Menurutnya pihaknya membuka jalan damai. “Tapi tetap harus kembalikan semua hak-hak dari klien kami, uang mereka hingga bunga asuransi untuk klien,” sebutnya.
Namun jika Sinarmas MSIG Life tetap cuek. Pihaknya sudah menyiapkan suatu langkah lain yang bisa membuat Sinarmas MSIG Life terancam operasionalnya. “Ada langkah tegas lain yang akan kami lakukan, kita lihat saja nanti,” tandas Ughude.
(Aldrin)